![]() |
Tambang nikel raja ampat dok.daungroup media |
Penulis : Dinda - Daungroup Media
Jakarta, 10 Juni 2025 – Sebuah keputusan mengejutkan datang dari Istana Negara. Presiden Prabowo Subianto secara resmi mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) empat perusahaan nikel yang beroperasi di wilayah konservasi Raja Ampat, Papua Barat. Langkah ini diambil setelah Rapat Terbatas (Ratas) yang dipimpin langsung oleh Presiden, menandakan titik balik penting dalam polemik antara eksploitasi sumber daya alam dan pelestarian lingkungan.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, dalam pernyataan persnya hari Selasa (10/6), menegaskan bahwa pencabutan IUP ini merupakan hasil persetujuan langsung dari Presiden, menyusul serangkaian pertimbangan mendalam terkait dampak pertambangan di salah satu surga keanekaragaman hayati dunia tersebut.
Dilema Lingkungan dan Industri di Kawasan Konservasi
Keputusan ini bermula dari fakta bahwa ada lima perusahaan yang sebelumnya mengantongi izin pengerukan nikel di Raja Ampat. PT Gag Nikel dan PT Anugerah Surya Pratama (ASP) memiliki izin dari pemerintah pusat, sementara PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham mendapatkannya dari Pemerintah Daerah Raja Ampat.
Baca juga : Daungroup Media Tembak Mati Anak Buah Egianus Kogoya, Satgas Gakkum Cartenz Berhasil Lumpuhkan KKB di Jayawijaya
Kontroversi mencuat ketika Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, secara terbuka menyampaikan kekhawatirannya atas pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas tambang. Ia menyoroti ironi bahwa 97% area Raja Ampat ditetapkan sebagai daerah konservasi, namun justru rentan terhadap kerusakan ekologis. Keterbatasan kewenangan daerah dalam mengintervensi izin yang diterbitkan oleh pusat menjadi penghambat utama, seperti diungkapkan Orideko di Sorong, Sabtu (31/5).
"Dengan 97 persen Raja Ampat sebagai daerah konservasi, kami sering merasa tak berdaya menghadapi persoalan pencemaran dari aktivitas tambang, karena izinnya berada di luar kendali kami," ujarnya.
Suara Penolakan dan Kontradiksi Laporan Pemerintah
Isu pertambangan nikel di Raja Ampat juga memicu gelombang protes dari masyarakat sipil. Aktivis Greenpeace Indonesia dan pemuda Papua melakukan aksi demonstrasi berani saat Wakil Menteri Luar Negeri Arief Havas Oegroseno berpidato di Indonesia Critical Minerals Conference 2025 di Jakarta, Selasa (3/6). Mereka membentangkan spanduk-spanduk dengan pesan kuat seperti "Nickel Mines Destroy Lives" dan "Save Raja Ampat from Nickel Mining", menyuarakan penolakan terhadap eksploitasi nikel.
Di tengah gelombang protes tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan pengawasan pada 26-31 Mei 2025 dan menemukan pelanggaran serius oleh empat perusahaan tambang nikel, yaitu PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP). Temuan ini semakin memperkuat argumen pencabutan izin.
Baca juga : Daungroup Media: Harga Tiket Konser BLACKPINK Jakarta 2025 Mulai Rp1 Juta
Namun, laporan KLHK ini bertolak belakang dengan pernyataan Kementerian ESDM sebelumnya. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarnousai, setelah meninjau lokasi bersama Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, mengklaim tidak ada masalah berarti. "Kami bahkan tidak melihat sedimentasi di area pesisir. Secara keseluruhan, tambang ini sebetulnya tidak bermasalah," kata Tri dalam keterangan resmi pada Sabtu (7/6).
Perbedaan pandangan antar kementerian ini menyoroti kompleksitas masalah dan urgensi keputusan Presiden. Pencabutan IUP ini bukan hanya tindakan administratif, melainkan sebuah pernyataan tegas mengenai komitmen pemerintah terhadap perlindungan lingkungan, meskipun harus berhadapan dengan kepentingan industri.