Kunto Bimo: Mitos Borobudur yang Dilakukan Emmanuel Macron dan Memicu Polemik Budaya

 Penulis:

Dwi Ananta - daungroup media

Tanggal Publikasi:
31 Mei 2025

marcon ingin menyentuh patung budha.daungroup media
marcon ingin menyentuh patung budha.daungroup media



Saat Dunia Menyentuh Mitos Borobudur

Candi Borobudur, monumen Buddha terbesar di dunia yang berdiri megah di Magelang, Jawa Tengah, kembali menjadi pusat perhatian internasional. Bukan karena keindahan arsitekturnya atau panorama khas dataran Kedu, melainkan karena tindakan simbolis yang dilakukan oleh Presiden Prancis, Emmanuel Macron.

Dalam kunjungannya ke Indonesia bersama Ibu Negara Brigitte Macron pada 29 Mei 2025, sang presiden terlihat menyentuh salah satu arca Buddha di dalam stupa berlubang. Aksi tersebut langsung menjadi viral dan disebut-sebut sebagai bagian dari ritual mitos Kunto Bimo. Namun, tindakan ini justru menuai perdebatan tajam, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di kalangan pelestari budaya dunia.

Apa Itu Mitos Kunto Bimo?

Mitos Kunto Bimo adalah kepercayaan lokal yang hidup dan diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat sekitar Borobudur. Inti dari kepercayaan ini adalah bahwa siapa saja yang dapat menyentuh bagian tertentu dari arca Buddha yang berada di dalam stupa akan mendapatkan keberuntungan atau dikabulkan keinginannya.

Asal Usul Nama

  • Kunto diartikan dari istilah lokal "ngenta-ento", yang bermakna "meminta atau berharap sesuatu".

  • Bimo berasal dari tokoh Mahabharata, Bima atau Werkudara, sosok tangguh dan pantang menyerah.

Gabungan keduanya menggambarkan tekad untuk tidak menyerah dalam meminta sesuatu kepada semesta, meskipun tidak memiliki dasar dalam ajaran Buddha itu sendiri.


Praktik dan Lokasi Stupa Kunto Bimo

Ritual ini biasanya dilakukan di teras bundar pertama tingkat ketujuh, tepatnya di salah satu stupa berlubang berbentuk belah ketupat yang menghadap ke arah timur. Di dalam stupa tersebut terdapat arca Buddha dalam posisi Dhyana Mudra (meditasi), dan bagian yang paling sering disentuh adalah jari manis atau kelingking untuk pria, serta tumit atau telapak kaki untuk wanita.


Dari Mitos ke Tindakan Kontroversial

Presiden Macron melakukan tindakan yang selama ini telah dilarang oleh pengelola situs Borobudur. Padahal, sejak beberapa tahun terakhir, Balai Konservasi Borobudur telah mengeluarkan larangan keras bagi wisatawan untuk menyentuh, memanjat, atau melakukan aktivitas fisik terhadap stupa maupun arca di Candi Borobudur.

Alasan Pelarangan:

  • Menjaga keaslian dan keutuhan situs warisan budaya dunia.

  • Mencegah keausan akibat sentuhan manusia yang terus-menerus.

  • Menjaga nilai religius dan sakral situs yang dihormati umat Buddha.


Figur Publik yang Pernah Lakukan Kunto Bimo

Meski dianggap mitos, praktik ini telah dilakukan banyak tokoh dunia sebelum Macron, seperti:

  • Putra Mahkota Jepang Fumihito

  • Stefanie Fernandez (Miss Universe 2009)

  • Turis mancanegara yang terpesona dengan spiritualitas Timur


Reaksi Netizen dan Konservator Budaya

Tindakan Macron ini langsung menuai reaksi tajam di media sosial:

  • Banyak netizen mempertanyakan mengapa warga biasa dilarang namun pemimpin dunia diizinkan.

  • Beberapa menganggap ini melukai nilai spiritual dari Candi Borobudur.

  • Pihak konservasi menyatakan bahwa perlu edukasi budaya yang lebih kuat kepada tamu negara.


UNESCO dan Isu Pelestarian Situs Warisan Dunia

Candi Borobudur telah diakui sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO sejak tahun 1991. Dalam perjanjian konservasi budaya global, terdapat ketentuan bahwa interaksi langsung dengan struktur cagar budaya harus diminimalkan.

UNESCO juga menyerukan agar pengunjung tidak melakukan kontak fisik demi menjaga warisan ini tetap lestari bagi generasi mendatang.


Perspektif Agama Buddha: Apa Kata Pemuka Agama?

Menurut para bhikkhu dan pemuka agama Buddha, tindakan menyentuh arca bukanlah bagian dari ritual ibadah atau meditasi dalam ajaran mereka. Justru, ajaran Buddha mengajarkan penghormatan melalui kesadaran batin, bukan melalui tindakan fisik yang berpotensi merusak.


Pandangan Pakar Budaya

Dr. Yuni Wicaksono, ahli sejarah dan budaya Indonesia, menyebut bahwa:

“Mitos seperti Kunto Bimo memiliki nilai budaya dan sejarah, tapi tidak boleh membenarkan tindakan merusak cagar budaya. Apalagi jika dilakukan oleh tokoh publik.”


Etika Wisata Budaya: Pelajaran dari Kasus Macron

Dari kejadian ini, ada beberapa pelajaran penting:

  1. Pemahaman budaya lokal sangat penting, terutama bagi tamu negara.

  2. Edukasi kepada publik perlu diperkuat oleh pemerintah dan pengelola wisata.

  3. Penguatan protokol konservasi, termasuk zona aman dan pembatasan interaksi fisik.


Spin Text Unik (Variasi untuk PBN)

  • Tidak semua kepercayaan lokal dapat dipertahankan dalam konteks pelestarian.

  • Macron tanpa sadar membuka kembali diskusi global soal batas etika wisata budaya.

  • Dari ritual lokal ke perdebatan global: Kunto Bimo bukan hanya mitos, tapi simbol kerentanan warisan budaya.


Bagaimana Masyarakat Menyikapi Kunto Bimo Kini?

Sebagian masyarakat tetap percaya pada mitos Kunto Bimo. Namun, generasi muda cenderung lebih kritis. Mereka lebih condong pada pelestarian nilai sejarah dan menjaga keaslian bangunan daripada mengejar keberuntungan dari ritual yang belum tentu berdasar.


Kesimpulan: Antara Mitos, Kontroversi, dan Pelestarian Budaya

Kejadian ini menunjukkan bahwa kepekaan budaya harus dimiliki oleh siapa saja, terutama oleh tokoh negara. Kunto Bimo hanyalah satu dari banyak mitos di situs bersejarah Indonesia, namun bisa menjadi bumerang jika tak disikapi dengan bijak.

Penting untuk menyeimbangkan penghormatan terhadap tradisi dan kepatuhan terhadap konservasi. Hanya dengan cara itu, warisan budaya seperti Borobudur bisa terus berdiri megah dan dihormati dunia.


🔍 Ingin tahu lebih dalam tentang sejarah dan mitos Borobudur lainnya?
Kunjungi artikel pilihan kami di Daungroup Media dan temukan wawasan budaya nusantara yang jarang diulas!

🛡️ Dukung pelestarian budaya Indonesia dengan membagikan artikel ini. Mari jaga Borobudur sebagai warisan dunia untuk anak cucu kita.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama